Fotografi jurnalistik bukan sekadar memotret peristiwa. Ada pesan yang hendak disampaikan kepada masyarakat. Hal ini berarti menggabungkan antara teknik fotografi dan kaidah jurnalistik. Tujuannya agar sebuah karya foto yang dipublikasikan dapat menjadi sumber informasi publik. Tantangannya tentu tidak mudah. Oleh karena itulah Kompas Institute menyelenggarakan kelas ‘Fotografi Jurnalistik’, ditujukan kepada siapa saja yang ingin belajar menjadi seorang pewarta foto dan memahami proses kreatifnya.

Bertempat di Gedung Kompas Gramedia, Palmerah Selatan, kelas berlangsung tiga hari penuh pada 13 – 15 Februari 2019. Materi terbagi atas pengantar fotografi jurnalistik, pemaparan foto jurnalistik untuk general news, spot news, dan feature news. Teori foto dan jurnalistik ini dibawakan tim pengajar dari Desk Foto Harian Kompas, yang juga menambah keseruan dengan mengajak peserta praktik liputan langsung di lapangan.

Caption untuk Memperkuat Visualisasi Foto

Terdapat beragam hal yang perlu dikuasai dalam menghasilkan foto jurnalistik, salah satu yang terpenting adalah metode EDFAT. Pewarta foto Harian Kompas, Danu Kusworo menyampaikan ini secara rinci lewat sesi pengantar fotografi jurnalistik. “EDFAT adalah kependekkan dari Entire, Detail, Frame, Angle, dan Time. Ini adalah panduan dan pedoman bagi pewarta foto untuk menunaikan tugas jurnalistiknya. Lima hal ini perlu diasah terus-menerus,” jelas Danu.

Jika seorang pewarta foto mampu menggabungkan kreativitas dengan metode EDFAT, niscahya foto yang dihasilkan memenuhi kategori layak berita. Namun, tidak lupa foto tersebut harus dilengkapi caption. Menurut Fotografer Harian Kompas, Iwan Setyawan, selembar foto meski mengandung nilai jurnalistik tidak akan bisa dianggap sebagai berita jika tidak disertakan caption. Hal ini dikarenakan foto tanpa keterangan bisa menyebabkan multitafsir. “Kerangka caption foto juga tidak asal, harus memenuhi kaidah 5W1H, gunanya agar pembaca mendapat informasi lengkap. Ini berlaku untuk liputan peristiwa jenis apa pun,” tukas Iwan.

Penjelasan dari tim desk foto Kompas

Menghasilkan Foto yang Berdampak

Pemaparan tiga jenis peristiwa dalam foto jurnalistik, antara lain peristiwa yang diagendakan (general news), peristiwa tak direncanakan (spot news), dan peristiwa bernilai kemanusiaan (feature news) menjadi yang paling dinanti di kelas. Pasalnya, lewat sesi ini tiap pewarta foto Harian Kompas berbagi pengalaman liputan kepada para peserta.

“Kunci mengambil foto untuk general news adalah menguasai bidang yang diliput dan berani mengambil angle yang berbeda. Contohnya saat saya ditempatkan untuk liputan acara di Istana Kepresidenan. Saya tidak hanya memotret berlangsungnya acara, tapi juga seusai acara. Biasanya pasca-acara justru lebih menarik dan unik,” cerita Wisnu Widiantoro, pewarta foto Harian Kompas.

Lain lagi dengan pengalaman Heru Sri Kumoro, pewarta foto Harian Kompas yang sering meliput untuk spot news, khususnya liputan-liputan berkaitan dengan peristiwa bencana alam. Heru menyampaikan jika memotret untuk spot news, kesulitannya bukan ketika mengambil foto peristiwa, tetapi akses menuju tempat peristiwa. Sering kali penuh tantangan, seperti hilangnya sinyal perangkat komunikasi, minimnya kendaraan menuju titik lokasi, hingga persedian makan untuk bertahan hidup. Pewarta foto pun didorong untuk tetap tenang, banyak bertanya, dan berbaur dengan lingkungan sekitar.

Jika foto untuk general news dan spot news memiliki kesan serius, berbeda dengan feature news. Foto untuk feature news sifatnya lebih luwes, dan bisa jadi tempat fotografer untuk berkreasi. Menurut Yuniadhi Agung, pewarta foto Harian Kompas, foto feature dapat menjadi medium untuk menyalurkan cerita dalam bentuk karya fotografi unik. Terlebih lagi sumber dan peristiwa untuk feature bisa ada di mana saja, asalkan fotografer berhasil membuat framing yang tepat. Hal serupa disampaikan Agus Susanto, pewarta foto Harian Kompas yang kerap memotret feature.

“Walaupun fungsi foto feature sering kali untuk memperkaya tulisan, foto feature tetap tidak boleh kehilangan kedalamannya. Untuk itu, ketika sudah ada penugasan liputan, fotografer tetap harus melakukan riset kecil, memantau media, hingga berdiskusi,” ujar Agus.

Para peserta tidak hanya mendengarkan materi, tapi juga ikut diajak praktik langsung pada hari kedua. Peserta dibagi dalam beberapa kelompok dan ikut melakukan liputan yang dibimbing oleh pewarta foto Harian Kompas, dan hasil foto yang dipotret didiskusikan dan dievaluasi di hari terakhir kelas. Setiap peserta dapat pergi ke 3-5 titik liputan sesuai penugasan pewarta foto Kompas yang mendampingi. Kelas hari kedua diakhiri dengan mengajak peserta berkunjung ke dapur Redaksi Harian Kompas Desk Visual di Menara Kompas untuk melihat langsung proses olah foto liputan hingga tata letak siap cetak. Pengalaman liputan langsung di lapangan dan interaksi hangat dengan pewarta foto hingga malam hari ini, diakui peserta asal Yogyakarta, Cyrillus Yuniarto Purnomo sebagai kesempatan berharga.

Foto bersama peserta dan pengajar

“Menghadiri kelas ‘Fotografi Jurnalistik’ benar-benar berhasil mewadahi kesukaan saya di bidang foto. Bagian paling berkesan adalah saat sesi praktik. Saya berkesempatan mengikuti keseharian fotografer Kompas dan memotret bersama sampai malam. Ini menyenangkan sekali, sekaligus pengalaman luar biasa dan saya yakin orang lain belum tentu bisa mendapatkannya kalau bukan melalui kelas ini,” ujar Cyrillus. Pada akhirnya, fotografi jurnalistik untuk jenis peristiwa apa pun sejatinya harus memiliki dampak, baik itu menggerakan masyarakat untuk bertindak, meneruskan informasi, hingga tampil sebagai karya yang mewakili pesan bagi khalayak.

Informasi lebih lanjut dan pendaftaran kelas mendatang, bisa langsung mengunjungi situs institute.kompas.id. Jadwal pelatihan pada bulan Maret 2019 ini adalah:

14 Maret 2019            : Strategi Pajak Penghasilan Perorangan

19-20 Maret 2019       : Strategi Membangun Narasi sebuah Brand

27-28 Maret 2019       : Berpartner dengan Media

 

Penulis            : Veronica Gabriel/Sulyana Andikko | Foto: Tim Event Kompas